BARENGAN


Kepulangan Nopan sudah ku tunggu sejak keberangkatannya selepas perjalanan ke Gunung Lawu lalu. Nopan bilang 26 Oktober akan bertualang ke Sindoro, 25-nya sudah di janabijananya, Yogyakarta.
-


25 Oktober 2019

Pukul 18.30 WIB kami berdua berencana bertemu di Djelajah. Kuliah yang molor sampai Maghrib membuatku terlambat, padahal tidak ada niat. Nopan juga salah perkiraan, aku sampai duluan di Djelajah. Walaupun akhirnya dia yang menungguku. Malam hectic dengan desain yang harus segera dipublikasikan, aku sibuk menyelesaikan tanggungan. Nopan pun beranjak,
"Tak sebat dulu. Sebelum Bintang dateng."
"Lho, Bintang kamu ajak?"
"Iyaa," jawabnya singkat.
Dia merokok, mengajakku ngobrol, tapi aku hanya menoleh dan tidak menggubris, sebatas ‘ha-he’ saja. Fokusku bulat, tidak bisa dipecah. Dia selesai merokok, aku selesai mendesain, Bintang datang masih dengan PDL melekat di tubuh gempal mininya, pipinya masih gembul seperti terakhir jumpa. Oiya, Bintang adalah kekasih Nopan sejak bangku SMA. Ia segera duduk lalu bertanya,
"Aku sampai dan kamu nutup laptop bukan berarti kalian mau balik kan?" katanya dengan nada khawatir.
"Nggak, ayo pesen maem. Aku laper," ajakku memesan minum dan makan malam. Aku dan Bintang meninggalkan Nopan sendiri bersama barang-barang kami.

Kami kembali duduk, membincangkan apa-apa yang bisa dibincangkan, perihal studi kami terutama. Namun ada yang berbeda, lagat Nopan. Aku lihat dia tidak begitu antusias seperti biasanya, dia membuka ponselnya berkali-kali, mendengarkan entah video atau rekaman suara di hadapan kami. Jauh berbeda dari biasanya, ia tampak bosan dengan pertemuan ini. Nopan lalu meminta tolong padaku untuk menuliskan ucapan selamat milad orang-orang terdekat yang belum juga ku garap, Rina, Noreen, dan wanita yang menjadi cinta pertamanya sejak dia membuka mata, ibunya. Selama aku menulis Bintang dan Nopan nampak berdiskusi sesuatu, aku mendengar namaku disebut berulang. Saat ku tanya ada apa jawabannya seragam,
"Selesaikan dulu itu, nanti dikasih tahu," jawabnya bergantian.

Letteringku sudah selesai. Aku tutup buku catatan rapat Nopan tempatku menuliskan lettering. Segera aku serahkan padanya. Sekarang giliranku bertanya,
"Ada apa?"
Nopan segera menyender di tembok sambil mengarahkan tubuhnya menghadap aku, begitu pula Bintang. Ia mengarahkan tubuhnya ke hadapku tepat. Tatapnya dalam, mengharap pengertian dan permakluman.
"Gini, Ra. Kemarin-kemarin pas Nopan nggak ada kamu masih sering tanya ke aku. Sebenernya aku sama Nopan itu udah nggak ada apa-apa, kita jadi temen biasa. Jadi kalau kamu nyari Nopan, langsung tanya sendiri aja ke dia. Jangan ke aku. Aku nggak tau dia kemana, lagi ngapain. Oke?" jelasnya dengan penuh pengertian.

Aku menganggukkan kepala, memberi isyarat paham padahal hatiku redam. Tatapku setengah kosong, aku tidak bisa berbohong. Terperangah dengan pernyataannya. Sebuah kalimat tanpa sengaja meluncur dari bibir yang sudah coba ku bungkam dengan senyum pura-pura paham,
"Sejak kapan?"
"Dah lama sih," giliran Nopan bersuara.
Aku kembali terdiam. Entah apa lagi yang membuat firasatku kembali terbukti, bukan satu atau dua kali lagi. Bibirku sudah tidak mampu menahan sesuatu yang kemarin menerpaku, ku tahan-tahan untuk diceritakan pada mereka berdua,
"Aku sama Bhumi juga udah gak ada apa-apa. Sudah satu bulan kami lost contact," ucapku sambil tersenyum simpul.
"Ha? Seriusan? Kenapa?" sekarang gantian mereka yang terperangah.
"Iya, sebenarnya tujuan kami ke Lawu ya untuk menyudahi. Kalian inget kan pas kalian tanya di Suroloyo terkait panggilan kami itu? Yaudah sekarang kita pun juga ga ada apa-apa, jadi jangan kait-kaitkan kami lagi. Aku juga risih kalau kalian masih mengaitkan kami. Jadi ya aku harus bilang juga sama kalian," jelasku pada mereka.
-
Entah runtuhan langit sebelah mana yang membuatku tersungkur keberatan pikiran. Banyak sekali pertanyaan yang kubunuh begitu saja malam tadi. Membiarkan ia mati tragis dan dikubur dengan iringan tangis. Tidak tahu lagi kehilangan masih bergentayangan dalam pikiran. Kehilangan kawan kemarin saja masih belum sembuh penuh. Lalu pertemuan malam tadi? Membuatku takut kehilangan untuk kali kedua, bahkan ketiga. Doaku masih sama, akan kulantunkan semakin lantang,
"Allah, semoga pertemanan kami akan dan selalu baik-baik saja."
-
Entah kelakar macam apalagi ini. Udahan aja barengan. Hari yang sama memutuskan sebuah keputusan edan. Memang harus diakhiri titik dulu, lain waktu kita sambung bait baru.
-
Djelajah, 25 Oktober 2019


BARENGAN BARENGAN Reviewed by Han on Mei 02, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.