Tulisan
ini sebagai wujud terimakasih saya atas setiap kata yang terucap untuk
menguatkan iman, atas pekikan semangat yang selalu diucapkan diujung lelah,
atas pundak yang disediakan sekedar untuk bersandar sambil meneteskan air mata,
atas telinga yang selalu siap sedia mendengarkan setiap bait cerita, atas
tangan dan mata yang selalu siap membaca lalu membalas chat yang berisi sambat
semata, atas kuota dan pulsa yang yang direlakan untuk mendengar keluh kesah, atas
setiap rangkulan di jalan dakwah yang semakin terjal, dan atas semua ilmu yang dengan
ikhlas tercurah. Izinkan saya mengucapkan beribu terimakasih kepada kalian. Sebelumnya
membaca ini, silahkan meluangkan waktu sejenak karena tulisan ini insyaa Allah
berseri.
Hijrah merupakan kado terbesar Allah
saat masa putih abu-abu. Ilmu agama ataupun ilmu kehidupan dari teman-teman
merupakan big sponsor hijrah saya. Terutama pinjaman novel “Udah Putusin Aja”
karya Ustadz Felix Siaw pinjaman kakak pondok Aimmatul Yumna Nihayatul Wafa yang
menjadi pembuka jalan hijrah saya saat itu. Sebelum itu saya terkagum dengan
yang mencarikan pinjaman novel tersebut, Aimmatul Yumna Nihayatul Wafa atau
kerap kami panggil Wafa, sahabat pertama yang saya kenal di bangku SMA. First impression saat
bertemunya, “Hmm manis sekali. Alim lagi, kerudungnya sudah mulai panjang
hingga menutup dada. Saat diajak ngobrol juga kalem. Wah ingin sekali berteman
dengannya. Biar ketularan gitu.” Hahaa.. Itu benar-benar murni pemikiran pertama
saya saat berkenalan dengannya di kelompok MOPD. Eh ternyata sama-sama tertarik
daftar Rohis. Cocok daah. Masih basah di ingatan, pada saat membayar zakat
(karena itu saat bulan Ramadhan) kita sudah mengecim nama mendaftar Rohis pada
Mas Dimas yang saat itu menjabat Wakil Rois.
Kembali ke novel pinjaman kakak pondok
Wafa, novel “Udah Putusin Aja!” menjadi gerbang pertama yang saya lewati saat mengenal Islam. Karena
memang dasarnya saya malas membaca buku yang full tulisan, jadi saya sangat
excited membaca novel bergambar warna-warni. Tidak mutu memang. Namun di setiap
lembarnya saya pasti mendapat pelajaran yang baru, saya baru tahu kalau pacaran
itu tidak boleh, pacaran itu mendekati zina, apalagi zina, mendekati saja tak
boleh, jelaskan kalau ada yang PDKT berarti tidak boleh gais, apalagi friedzone, hayoo siapa ehe, kemudian berduaan
dengan lawan jenis yang bukan mahram tidak boleh, mengapa salaman kepada non
mahram tidak boleh, dan banyak larangan dan tuntunan yang saya baru tahu
setelah selesai membaca novel tersebut. Astaughfirullah.. Ternyata 14 tahun hidup saya tidak terlalu dekat dengan agama rasanya seperti hidup di dalam goa, tidak tahu
dunia luar. Sejak SD alhamdulillah saya memang memiliki prinsip tidak ingin
pacaran atau terlalu dekat dengan lawan jenis karena takut mengganggu nilai
akademik saya, bukan karena larangan agama. Dengan itu satu langkah saya
semakin mantap menjadi pengurus Rohis.
Bersambung..
Hijrah : Perjalanan yang Harus Diawetkan #1
Reviewed by Han
on
November 20, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: